Rabu, 22 Oktober 2008

FATWA SESAT MUI TENTANG PENENTUAN LEBARAN AL MUHDLOR DI TULUNGAGUNG

Senin, 29 September 2008 (DUTA MASYARAKAT)
Jamaah Al Muhdhor Awali Lebaran
TULUNGAGUNG—Pemerintah dan PBNU baru menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1429 H pada sidang itsbat Senin (29/9) sore ini tapi puluhan jamaah Al Muhdhor sudah mengawali berlebaran Ahad (29) kemarin. Para jamaah Al Muhdhor menggelar Salat Idul Fitri di Masjid Nur Muhammad Desa Wates Kec.
Sumbergempol Kab. Tulungagung kemarin pagi sekitar pukul 05.45.

Para jamaah pengikut ajaran Habib Sayid Ahmad Bin Salim Al Muhdhor ini menggelar Salat Ied di dalam masjid, diikuti sekitar 50 orang dari total sekitar 100 jamaah yang berasal dari berbagai kota di Indonesia.

“Memang benar kami melaksanakan Salat Ied sebagai tanda telah tiba Hari Raya Idul Fitri,” kata muadzin Masjid Nur Muhammad, Ali Mashud, usai salat Ied.
Ali mengatakan, alasan berlebaran lebih awal tiga hari itu karena puasa yang mereka lakukan juga lebih awal yakni pada 28 Agustus 2008 sehingga jumlah puasa tetap 30 hari. Jumlah puasa itu sama dengan ibadah puasa warga NU dan Muhammadiyah. “Sesuai petunjuk Kiai Hasyim (ahli Falaq) yang menghitung dan menentukan waktu puasa demikian, jadi kami mengikutinya memulai puasa lebih awal 3 hari,” katanya.

Namun ketika ditanya dasar penentuan waktu mulai puasa tersebut, Ali yang mengaku sebagai menantu Habib Ahmad sekaligus pendiri Yayasan Habib Sayid Ahmad Bin Salim Al Muhdhor, menolak menjelaskan dengan alasan belum saatnya. “Nanti kalau waktunya sudah tiba akan dijelaskan oleh Kiai Hasyim sendiri, termasuk dasar apa yang dipakai menetapkan awal puasa,” katanya.

Perbedaan ajaran jamaah ini diakui Ali hanya pada hal waktu ibadah puasa saja. Sedang ajaran Islam lain sama. Dan meski semua penetapan awal puasa dilakukan mengacu pada putusan ahli falag Kiai Hasyim, namun dia tidak mau menunjukkan keberadaan kiai tersebut. Begitu pula ketika wartawan akan meliput jalannya Salat Ied, Ali keberatan dengan alasan ibadah adalah hak setiap warga negara.
“Saya bersedia menjawab pertanyaan Anda, tapi sebaliknya tolong hormati orang yang sedang beribadah,” katanya.

Sempat terjadi perdebatan kecil, termasuk dengan beberapa aparat dari Polsek Sumbergempol yang datang memantau kondisi kamtibmas di sekitar masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Menara itu. Nama masjid ini karena di sebelah selatan berdiri menara berbentuk segi empat dengan ketinggian sekitar 30 meter.
Namun akhirnya Ali yang semula ditugasi menjadi muadzin mau menemui para tamunya. Dia pun meninggalkan sementara Salat Ied yang tetap digelar dengan imam Habib Hamid putra Habib Ahmad itu. Dengan diikuti sekitar 50 jamaah, terdiri atas 15 orang pria, sisanya wanita dan anak-anak. Usai Salat Ied jamaah pria serta wanita dan anak-anak langsung menggelar Kenduri Syawal yakni “kendurenan” dengan makanan yang dibawa masing-masing jamaah wanita.
Makanan dibagi rata kepada seluruh jamaah yang hadir, dengan wadah kertas. Beberapa di antara jamaah tampak langsung menyantapnya tanpa sungkan meski di sekitar lokasi masjid masih banyak warga yang puasa. Salah seorang warga di sekitar masjid mengatakan setiap tahun jamaah Al Muhdhor selalu melaksanakan puasa lebih awal tiga hari sehingga merayakan Lebaran pun lebih awal. Malam hari sampai pagi menjelang Salat Ied juga berkumandang takbir. “Tapi tahun ini takbir tidak dilakukan melalui pengeras suara, hanya di dalam masjid saja. Karena khawatir terjadi konflik di masyarakat,” tutur sumber yang enggan disebutkan namanya tadi.

Yayasan ini memiliki cabang di Lampung Tengah, Sumatera. Di sana jumlah jamaahnya jauh lebih banyak. Tidak heran jika anggota jamaah ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Bukan hanya di Pulau Jawa tapi juga Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan NTT.

Garis Keturunan Nabi

Salah seorang anggota jamaah Al Muhdhor, Sulton (42), warga Desa Trenceng Kecamatan Sumbergempol, menuturkan, dirinya tidak tahu dasar penetapan awal Ramadhan ini. “Sebagai pengikut hanya melaksanakan apa yang diajarkan guru,” papar Sulton yang mengaku menjadi jamaah sejak tahun 1980-an. Diungkapkan Sulton, para jamaah umumnya tertarik berguru kepada Habib Ahmad karena dia dipercaya memiliki garis keturunan langsung dengan Rasulullah Muhammad SAW. Karena itu jamaah yakin bisa mendapatkan ajaran Islam langsung dari garis keturunan Nabi, bukan dari ustadz atau ustadzah yang juga belajar dari orang lain. “Umumnya kita semua tertarik belajar di sini karena langsung pada keturunan Kanjeng Nabi. Bukan dari perantara,” ungkapnya.

Diingatkan MUI

Secara terpisah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tulungagung, KH Syafi’i Abdulrohman, ketika dimintai pendapatnya mengatakan, pihaknya sudah memantau keberadaan jamaah ini sejak tiga tahun lalu serta sudah memberikan peringatan kalau penetapan puasa lebih awal tanpa dasar yang jelas itu salah. “Berdasarkan keterangan Pak Hasyim (Kiai Hasyim, Red.) kami simpulkan kalau ajaran demikian sesat, karena ditentukan berdasarkan pengakuan dari wahyu Habib Ahmad,” kata KH Syafi’i ketika ditemui di ponpes asuhannya, Ponpes Panggung.

Selain itu Kiai Hasyim juga tidak berguru langsung kepada Habib Ahmad, yang telah meninggal sekitar 1997 silam. Wahyu tersebut, dari pengakuannya, diterima saat melakukan semedi di makam Habib Ahmad ketika dia menderita sakit. “Dia menerangkan kalau penyakit bisa sembuh tapi harus melaksanakan ajaran puasa lebih awal 3 hari,” katanya.

Karena itu, MUI memberikan peringatan kepada Kiai Hasyim agar mengembalikan ajarannya sesuai Syariat Islam. Bukan berdasarkan modifikasi pengalaman spiritual pribadi sebab hal itu bisa sesat. Namun dia mengelak kalau dinilai mengajak umat sebab pengikutnya sendiri yang mengikutinya. “Bahkan dia bersedia jamaahnya dibubarkan karena memang merasa tidak pernah mengajak melakukan demikian,” tegasnya.

Sore Ini NU Rukyat

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menunggu hasil rukyat (melihat bulan dengan mata telanjang, Red.) guna menentukan Idul Fitri 1 Syawal 1429 H. Rukyatul hilal akan digelar Senin 29 September 2008 sore ini.
“Ada 13 titik yang digunakan menjadi lokasi rukyat di Jawa Timur. Di antaranya di Slotreng Jember, Tanjung Kodok Lamongan, Malang, dan Bangkalan,” kata Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Miftachul Akhyar di Surabaya, Ahad (28/9) kemarin.

Hasil rukyat tersebut nantinya dibawa ke sidang itsbat yang digelar di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta. Dalam rapat tersebut semua hasil rukyat dari seluruh Indonesia dibahas para ahli rukyat PBNU. Setelah itu jatuhnya Hari Raya Idul Fitri baru bisa dipastikan.

Menurut Kiai Miftach, satu saja hasil rukyat yang digelar pada 29 September itu menunjukkan adanya penampakan bulan, maka sidang isbat akan memutuskan hari raya pada tanggal 30 September. “Artinya, sidang ini sudah bisa dijadikan rujukan dalam mengambil dasar hukum penentuan hari raya,” ujarnya.
Sebaliknya jika dalam rukyat yang dilakukan pada 29 September belum berhasil melihat bulan, maka NU akan menggunakan metode istikmal, yakni menyempurnakan puasa selama 30 hari penuh. (sir/mi)

nikmatnya kebebasan berkeyakinan dikabupaten tulungagung

[ Senin, 29 September 2008 ] [ Senin, 29 September 2008 ] (RADAR TULUNGAGUNG)
Jamaah Al Muhdlor Tulungagung yang Berlebaran Lebih Awal
Pertama Kali Salat Id Dikawal Polisi, Hari Ini Mulai Puasa Syawal

Jamaah Al Muhdlor sudah berlebaran kemarin. Ini adalah kali pertama melaksanakan Salat Id dikawal polisi dan dipelototi wartawan. Bagaimana suasananya?

Choirurrozaq-RaTu

----------

Di Masjid Nur Muhammad di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, berkumpul beberapa orang. Mereka hendak melaksanakan Salat Id. Meski begitu, tak terdengar takbir mengagungkan nama Allah kemarin pagi. Di dalam masjid yang megah dengan satu menara menjulang tinggi itu terdapat sekitar 50 jamaah.

Wartawan koran ini tiba di serambi masjid bersama dengan petugas Polsek Sumbergempol sekitar pukul 05.30. Seorang pria yang memakai sarung bermotif kotak coklat dan baju serta kopyah putih menyapa dengan ramah. Di adalah Ali Mashud. "Dari mana?" tanya Ali sembari menyalami para tamu.

Ketika polisi dan wartawan menyatakan tujuannya, raut Ali Mashud berubah. Terkesan dia kebingungan. Meski begitu, dia cepat menguasai keadaan. Setelah berbincang-bincang, Ali mengaku bahwa di masjid akan berlangsung Salat Id. "Iya, kami akan melaksankan Salat Id. Saya juru adzannya," ujar pria yang mengaku menantu dari pendiri Yayasan Habib Ahmad bin Salim Al Muhdlor.

Saat para pemburu berita meminta izin untuk mengambil gambar suasana Salat Id, Ali selalu mengahalang-halangi. "Ibarat orang mau ibadah, kita itu belum memakai sarung. Masih memakai celana pendek saja. Kami belum siap," ujarnya.

Selama perbincangan berlangsung, sesekali tampak jamaah Al Muhdlor mendongakkan kepala dari balik celah pintu masjid. Sekitar 15 menit kemudian suasana tampak hening. Hanya beberapa anak kecil yang bergurau sambil berlarian.

Tak berselang lama kemudian beberapa orang keluar dari masjid. Ali pun minta izin akan menjadi juru adzan. Namun, sesaat kemudian Ali balik lagi menemui tamunya. "Ternyata salatnya sudah selesai," kata Ali.

Mendengar perkataan Ali, para wartawan segera mengabadikan yang tersisa dari Salat Id. Di dalam masjid terdapat dua kelompok kecil yang berpisah. Kelompok pria berjajar di selatan masjid. Kelompok wanita berada di serambi masjid.

Para jamaah berusaha menutupi wajahnya dari jepretan kamera wartawan. "Isin (malu), nanti dilihat orang banyak," celetuk salah seorang ibu yang tidak mau menyebut namanya.

Rupanya mereka menunggu kenduri Syawal, tradisi yang masih banyak dilakukan di pedesaan. Setelah semua jamaah Muhdlor berkumpul, lalu salah seorang dari mereka memimpin doa. Dilanjutkan pembagian makanan yang dibawa sebelumnya oleh masing-masing jamaah.

"Besok sudah mulai puasa lagi, puasa Syawal," kata Kusriah,

salah seorang jamaah sambil menyantap makanan hasil pembagian kenduri. Usai makan, para jamaah membubarkan diri. Masjid Nur Muhammad pun kembali sepi. ***

Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jatim

Draft Siaran Pers
Jaringan Islam Anti Diskriminasi [JIAD] Jawa Timur

“Lindungi Kebebasan Berkeyakinan,
Selamatkan Bangsa Dari Kehancuran Peradaban”

Sudah terlalu lama bangsa kita disuguhi teater kekerasan dan sinetron kepongahan negara dalam menyikapi persoalan perbedaan keyakinan dan keberagamaan. Dengan mengatasnamakan agama upaya kekerasan, pengrusakan, intimidasi juga jerapkali didemonstrasikan secara vulgar oleh segerombolan masyarakat terhadap warga ahmadiyah di hampir seluruh kawasan Indonesia. Bukannya melindungi warga dari amuk massa, negara terkesan melakukan pembiaran terhadap pelaku kekerasan.
Kini bencana besar toleransi dan kebebasan berkayakinan di Indonesia akan benar-benar terjadi. Pemerintah sudah bersiap-siap mengeluarkan surat keputusan pembekuan serta pelarangan aktifitas kelompok Ahmadiyah. Jika ini terjadi akan sangat terbuka kemungkinan terjadi eskalasi konflik di tingkat horizontal. Ini sekaligus merupakan pelecehan terhadap martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa beradab dan menjunjung tinggi Hak Asasi manusia.
Oleh karena itu kami Jaringan islam Anti Diskriminasi [JIAD] Jawa Timur, menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak kepada Kejaksaan Agung RI Bakorpakem dan Departemen Agama agar membatalkan rencana pelarangan ahmadiyah karena jelas melanggar Hak Asasi Manusia dan aturan perundangan di Indonesia
2. Menegaskan bahwa Negara kita merupakan Negara hokum bukan Negara kekuasaan, yang oleh karenya pemerintah Indonesia harus konsisten menjalankan konstitusi dan tidak mengeluarkan kebijakan hanya karena desakan dan kepentingan kelompok tertentu
3. Meminta kepada selurut aparat keamanan agar mengatisipasi dan menindak tegas segala bentuk provokasi, intimidasi, pengrusakan , kriminalisasi secara adil tanpa pandang bulu.
4. Meminta agar seluruh tokoh agama, kelompok keagamaan, organisasi masyarakat sipil agar senantiasa mengedepankan sikap toleran terhadap kelompok lain serta tidak mudah terhasut oleh provokasi untuk melakukan tindakan kekerasan yang menebar rasa permusuhan terhadap pihak lain
5. Menghimbau kepada seluruh elemen bangsa agar senantiasa meletakkan agama sebagai bagin penting dari perdamain, bukan sebagai pemicu kebencian

Jombang 20 April 2008

program kampanye pluralisme dan kebebasan beragama di kabupaten Tulungagung

Program Kampanye pluralisme dan Kebebasan beragama



Relevance of the action

Sulit dipungkiri bahwa fenomena akhir-akhir ini memperlihatkan proses radikalisasi yang sudah lama ditengarai berlangsung dalam kelompok-kelompok keagamaan. Kecenderungan tersebut memperoleh benih-benihnya dari sikap intoleransi yang agaknya tertanam cukup kuat dalam masyarakat kita, seperti diperlihatkan oleh hasil penelitian berkala Freedom Institute – JIL – PPIM

Di dalam konteks yang sama, mayoritas umat Islam – terwakili dalam organisasi massa Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah – yang selama ini diyakini bersikap “moderat”, ditengarai cenderung menjadi silent majority yang tidak memberi respons memadai. Apalagi setelah MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan 11 fatwa yang kontroversial, termasuk di dalamnya pelarangan Ahmadiyah, Liberalisme, Sekularisme, dan Pluralisme. Dalam kolomnya Hamid Basyaib, pemikir dan koordinator JIL, malah menyebut peristiwa keluarnya 11 fatwa MUI tersebut sebagai tanda “runtuhnya mitos moderasi Islam Indonesia” (Media Indonesia, 11 Agustus 2005).

Sudah tentu, kedua kecenderungan itu menjadi makin problematis di tengah krisis ekonomi berkelanjutan yang diperparah oleh kebijakan “rezim negara-pedagang”. Proses-proses penyesuaian struktural (structural adjustments) lewat naiknya harga BBM, TDL (Tarif Dasar Listrik), biaya sekolah, serta penguasaan sumber-sumbermdaya alam oleh elite bisnis (misalnya, kasus monopoli sumberdaya air) yang berkolusi dengan elite politik, semakin memperparah dan memperlebar jurang antar-kelompok.

Dari beberapa refleksi yang dilakukan berbagai komponen aktivis gerakan pluralisme dan good governance di Jawa Timur, sampai saat ini proses penyadaran tentang keberagaman tidak cukup mengena tatkala peran yang dimainkan oleh elemen masyarakat sipil hanya berkutat di wilayah basis pengorganisasian dengan isu ekosob saja. Diperlukan ruang dan informasi yang agak spesifik untuk menympaikan berbagai fakta keberagaman. Dari upaya pengorganisasian dan training tentang pluralisme, media untuk mewacanakan dan mensosialisasikan masih sangat minim, bahkan umumnya mesjid atau rumah ibadah dikuasai oleh media dan aktor fundamentalis atau konservatif.

Pelarangan dan penyerangan kelompok LDII di kabupaten Lamongan oleh masyarakat dan MUI baru-baru ini adalah fakta konkritnya, begitu juga dengan gejolak di wilayah Trowulan Mojokerto. Untuk kasus yang terakhir disebut tadi, ratusan massa nahdliyyin mendatangi rumah kepala desa setempat karena kades tersebut mendesak dan menuntut acara pengajian dan buka bersama yang diselenggarakan warga tersebut dibubarkan dengan dalih tidak mempunyai izin.Dari beberapa pengakuan warga, motivasi pelarangan oleh kades lebih dipicu oleh ketidaksamaan ideologi antara kades dengan pihak penyelenggara kegiatan. Peristiwa lain yang lebih parah adalah penyerbuan ribuan massa kepadepokan yayasan kanker dan narkoba cahaya alam (YKNCA) di probolinggo dan pondok I,tikaf pimpinan Yusman Roy oleh massa yan mengatas namakan FORMAIS (Forum Masyarakat Islam), PKS, HTI, juga FOMPI ( Forum Peduli Umat Islam).

Di Tulungagung sendiri sempat terjadi aksi anarkis oleh ribuan massa dengan membakar pondok pesantren Ma’dinul Asror didesa bono, kecamatan Pakel. Walaupun dalam peristiwa ini polisi datang lebih duluan dari massa toh akhirnya juga tidak mampu menghalau ribuan massa yang rudah tersulut emosi. Peristiwa yang sama juga hampir terjadi desa pojok kecamatan Campurdarat antar massa aliran yang berbeda.

Paska penyerbuan tersebut, informasi dari beberapa sumber dan pengamatan kami langsung dilapangan banyak komunitas-kemunitas keagamaan yang kemudian hari melakukan aktivitas keagamaannya secara sembunyi-sembunyi. Tindakan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa mereka khawatir dapat memicu konflik dan permusuhan antar sesama.

Gejala intoleransi yang berkembang di masyarakat seakan menemukan fakta pembenar manakala ruang publik melalui media massa telah dipenuhsesaki oleh berbagai hal yang antipluralisme dan miskin suntikan kebergamaan. Iklan-iklan di media massa pun masih belum banyak yang mengangkat persoalan pluralisme dalam hal hubungan antar agama dan antar etnis. Sinetron ataupun film yang ada pun tidak banyak mengangkat persoalan identitas ini. Buletin mesjid maupun bulletin yang disebarkan di berbagai jemaah agama-agama masih difokuskan pada pandangan konservatif yang melihat pada pengembangan agamanya sendiri, tanpa melihat konteks dengan masyarakat kita yang beragam.

Profil inTHRuST

InTHRuST

Institute for human right and social transformation

Jl. M.T. Haryono 21 Kedungwaru Tulungagung-Jawa timur. Telp 0355-7755380


Latar Belakang

Inthrust “instite for Human right and Social Tranformation”adalah sebuah lembaga non pemerintah (NGO) yang berdiri dan memulai pengabdianya pada tanggal 10 Desember 2001 di Kabupaten Tulungagung-Jawatimur, oleh sekelompok aktifis yang telah lama merindukan sebuah perubahan dinegeri ini. Aktifitas dan eksistensi Inthrust berjalan hingga tahun 2007 dan mulai didaftarkan dihadapan notaris, Dengan nomor regestrasi : 36/BH/UM/2007/PN.Ta.

Motif dasar pendirian Inthrust lebih disebabkan oleh kondisi sosial-politik, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya bangsa yang belum mencerminkan cita-cita reformasi yang diharapkan dapat menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis, berkeadilan sosial, damai dan sejahtera. Sehinggga permasalahan serius yang menjadi perhatian Inthrust adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan ketidakadilan terhadap masyarakat sipil yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah.

Kelahiran dan pendirian Inthrust merupakan rangkaian gagasan yang dikuatkan dengan komitmen perjuangan bersama.

Melihat potret buram dari demokrasi di Indonesi, maka perlu adanya upaya menegakkan HAM yang selama ini terlecehkan, bahkan diabaikan begitu saja oleh setiap rezim yang berkuasa dinegeri ini. Begitu pula masih kuatnya hegemoni negara dalam memegang peran politiknya serta arogansi kekuatan politik (kekuasaan) telah meyebabkan kekerasan kemanusian dan ketidakadilan dalam sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya yang ada.

Banyaknya kebijakan pemerintah yang belum bisa menjawab berbagai persoalan yang dihadapi rakyat. Tuntutan realitas inilah, yang mau tidak mau mendorong Inthrust sebagai sebuah media penguatan dan pemberdayaan masyarakat harus memainkan perannya sebagai mediator bersama rakyat menjawab berbagai persoalan yang ada.


Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan didirkannya Inthrust adalah berperan serta dalam pembangunan nasional, Penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), pembangunan manusia seutuhnya serta meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam segala aspeknya demi percepatan tercapaianya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial, lahir dan batin.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, Inthrust bekerja dan beraktifitas ditingkat grassroots untuk mendorong dan mempromosikan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlatar belakang sejarah dan budaya Indonesia. Maka Inthrust berjuang bersama-sama (mengembangkan aliansi) untuk membangun subuah partnership dengan semua bentuk perjuangan yang se-ide dan sesuai dengan tujuan, visi, dan misi Inthrust tanpa memandang perbedaan agama, suku, ras, dan adat istiadat untuk :

  • Mempertahankan dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) sesuai dengan ketentuan konvensi PBB

  • Mensosialisasikan nilai-nilai Demokrasi dan HAM

  • Merndorong pelaksanaan Demokrasi dan HAM dalam struktur kekuasaan dan kebijakan

  • Memperkuat pelaksanaan nilai-nilai Demokrasi dan HAM di masyarakat

  • Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan demokrasi dan penegakkan HAM

  • Mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat untuk turut terlibat dalam merumuskan dan menentukan kebijakan, pengawalan dan evaluasi terhadap kebijakan publik.


Visi

Visi yang menjadi tujuan (cita-cita) Inthrust adalah Terwujudnya masyarakat sipil yang berkeadilan sosial, makmur dan sejahtera, serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).


Misi

Dalam mencapai visi tersebut Inthrust memiliki misi untuk :

  • Meningkatkan dan mengembangkan kesadaran akan hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan budaya mayarakat

  • Mengembangkan etika politik lokal yang demokratis dengan tidak menggunakan agama sebagi alat politik dan kekerasan

  • Memperkuat partisipasi ekonomi masyarakat yang ditopang oleh keadilan untuk kesejahteraan rakyat

  • Meningkatkan dialog dan kerjasama dalam mengembangkan kehidupan sosial yang harmonis dan damai

  • Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak serta mencegah terjadinya human trafficking


Program

  • Mengadakan sosialisasi, monitoring, pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan membantu bagi informasi pelayanan publik.

  • Memperkuat partisipasi masyarakat sebagai upaya untuk membangun dan mengembangkan kesadaran kritis masyarakat, karena kebijakan negara yang merugikan masyarakat bukanlah sesuatu yang harus diterima, namun merupakan relaitas sosial yang dapat diubah melaului kesadaran kritis dan partisipasi aktif masyarakat.

  • Mengadakan kerjasama dan memperkuat jaringan kerja (net working) sebagai upaya untuk memperkuat kemitraan dan kerjasama antar komponen masyarakat , sehingga memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kepentingan dan hak-hak dasar masyarakat.

  • Melakukan advokasi kebijakan publik, yang difokuskan pada upaya untuk mempengaruhi, memperbaiki, dan merubah kebijakan publik yang merugikan masyarakat agar lebih mengakomodasi aspirasi dan berpihak pada kepentingan masyarakat

  • Melakukan penguatan dan pemberdayaan masyarakat baik secara ekonomi, politik, sosial dan budaya

  • Mengadakan kerjasama dengan akademisi dan atau perguruan tinggi swasta atau negeri untuk mengadakan penelitian demokrasi dan HAM


Bentuk Kegiatan

  • Kajian, Seminar, Diskusi Panel, Diallog Interaktif, Workshop, Lokakarya, Sarasehan dan Talkshow.

  • Pendidikan dan Pelatihan

  • Pendampingan dan Aadvokasi

  • Sosialisasi dan kampanye demokrasi dan HAM serta informasi pelayan publik

  • Monitoring dan evaluasi

  • Memperkuat jaringan kerja (net working)

  • Need Assessment dan penelitian


Sasaran program

Kelompok sasaran dari program Inthrust adalah masyarakat basis yang berada di komunitas desa atau kota, perempuan dan anak yang rentan rekayasa, dan warga miskin serta kelompok masyarakat yang berada disektor : perburuhan (domestik non domestik), pertanian, perikanan, perdagangan, pendidikan dan pelayanan

Personalia Inthrust

Sumber Dana

Sumber dana Inthrust berasal dari uang pangkal, iuran anggota, dan para dewan penyantun lembaga, serta dari organisasi-organisasi lainnya yang mempunyai visi-misi yang sama serta yang konsen (corncen) dan menaruh perhatian terhadap program-program yang diselenggarakan oleh Iinthrust baik dari dalam negeri maupun luar negeri.


contac Person

Supriyanto : +62355 - 7755380

+6281234343511

email : inthrust_tg@yahoo.com

http://www.inthrusttg.blogspot.com